Kamis, 25 Agustus 2011

Rumah Kardus








Hidup tidaklah serumit bayangan orang yang di dalam pikirannya hanya bertarung dengan asa dan kenyataan lalu menelan penyesalan tentang banyak kejadian...
Hidup juga tidak sesederhana bayangan orang yang setiap apa yang di asa selalu tercipta pada realita, dan bahkan semua berlimpah di depan mata, sampai ia berbusung dada...
Hidup juga tak se-lama apa yang kau bayangkan, yang kau pikir akan selalu ada hari esok, akan selalu ada masa tua, akan selalu ada kesempatan kedua untuk bahagia dan berbahagia dengan kebaikan..
Namun hidup juga tak sesingkat apa yang kau bayangkan, kau melakukan banyak kewajiban atas dirimu berupaya merealisasikan diri menuju kematangan namun kehilangan dalam titik titik keutuhan bertautan dengan sosialita...


Hidup bukan hanya milik mereka yang memakai dasi dan jas berbahan woll tebal dengan gaya necisnya, atau heels tinggi yang mengkilapkan keanggunan dan kecantikannya...

Ini juga hidup milik mereka si penghuni rel kereta dan rumah kardus:


"Rumah Kardus yang Bergetar"
Ayo lihat di sudut kota pusat kota besar yang ramai akan pusat perbelanjaan dan hotel berbintang, di persimpangan jalan itu ada kehidupan, kehidupan yang milik perempuan kecil dengan rambut merah yang tak terurai dengan indah, namun mata yang bersih dan bening, tubuh yang tak kekar perempuan kecil lainnya. Mainannya hanya botol bekas yang masih suka ia bawa kemana-mana. Nah, coba lihat lagi...di sana ada seorang ibu yang berjuang demi keluarganya, tetap cantik dan menawan dengan ketulusannya mencari rezeki walau tak pakai blazer , sepatu pantofel dan tas gucci yang elegan.

Sesuatu yang besar, kokoh dan megah mengapit rumahku, tak ada daun pintu dirumahku, hanya ada selapis spanduk lusuh bekas iklan properti, tak ada lantai marmer yang dingin dirumahku, hanya ada kardus yang disusun dengan rapih untuk alas duduk, kata orang di Dufan itu ada wahana rumah miring, nah, rasanya sebelum aku pernah datang ke dufan aku sudah merasakannya di rumahku sendiri, rumahku tidak berdiri di sebidang tanah dengan ukuran bermeter-meter yang kontur tanahnya datar, rumahku hanya cukup untuk didiami 2-3 orang saja, itupun harus secara bergantian melakukan aktifitas di dalam rumah. Udara dari Tuhan melalui angin kadang membuatku kedinginan, apalagi ketika suara kodok bersaut-sautan sehingga membuat Tuhan menurunkan hujan lebat, sampai terkadang genangan air masuk dalam rumahku. Aku juga bisa lihat matahari, dari celah-celah kecil atap rumahku, kalau pagi matahari itu tersenyum, dan sinarnya menyapa dengan hangat.
Selain diapit oleh si badan besar, kokoh, dan megah, rumahku juga ramai oleh suara kereta api, jika kereta melintas semua yang ada dalam rumahku ikut bergetar. adik bayi yang sedang tidur pun kadang sontak menangis karena kaget, ya tapi itu sudah biasa.

Teman, kau ingin seperti kalian , seperti kaka-kaka yang datang mengunjungiku dan teman-teman di rumah singgah, mereka kaya, baju mereka bagus, bersih dan wangin,, aku senang sekali duduk dekat mereka. Teman aku ingin seperti kalian, punya sepatu, baju, tas, dan seragam sekolah serta buku-buku yang bagus dan bergambar...Kata ibu,itu cuma milik orang kaya, jadi aku tidak bisa memilikinya, kalau ingin kaya kerja dulu cari uang yang banyak. Nanti saat aku besar aku akan bekerja, cari uang buat sekolah agar pintar seperti kaka-kaka yang mengajariku di rumah singgah,jadi bisa jadi orang kaya deh...

Oia teman, apapun kondisiku dan teman-temanku disini kami tetap bisa bermain, bermain dengan kardus-kardus bekas, botol-botol bekas, dan mainan bekas hasil dari mencari di tempat pembuangan.

Teman, nanti kalau akau sudah jadi orang kaya dan punya baju bagus, maukah kalian bermain bersama denganku? doakan aku ya agar ayah dan ibuku bisa cari uang yang banyak mendapatkan hasil pulungan yang banyak sehingga kami sekeluarga tetap dapat bertahan hidup...


-Rumah Kardus Mangga Dua- photo by Ijul Baso-

Sabtu, 23 Juli 2011

Dipaksa Untuk Menjadi Dewasa

Dipaksa tua atau dijadikannya terlampau dewasa....

Malam itu keadaan rumahku sedikit berbeda dibanding hari biasanya, biasanya selepas ayah pulang kantor dan ibu pulang berdagang kami menghabiskan waktu di depan ruang keluarga, sekedar bersama menonton televisi, ayah menonton televisi sambil sesekali membaca surat kabar yang ada di meja, ibu pun duduk disampingnya sambil melihat televisi dan menjelaskan tontonan yang saat itu kami lihat...

tapi kali ini berbeda dengan hari-hari biasanya, malam itu aku mendengar mereka bertengkar, bertengkar, mereka saling bersahut-sahutan, entah sedang bertarung tentang apa, lirih kudengar di balik lubang kecil daun pintu kamarku. Mereka bicara tentang perasaan, mereka bicara tentang kepercayaan, mereka bicara tentang harga diri, ya...benar rasanya seperti sedang menonton televisi sebuah drama sinteron yang pernah ku tonton dengan kedua orang tuaku...
pikirku dalam hati ...mungkin mereka sedang mengulang kembali adegan dan suara seperti apa yang sedang diperankan tokoh dalam layar kaca...

Namun, kali ini suara mereka makin kencang, makin menggelegar, aku terkaget dan menangis di balik pintu, takut sekali untuk keluar....kudengar di balik pintu sana, ibu terisak sesenggukan menaham pilu, begitu juga dengan ayah, matanya memerah, ledakan amarahnya mungkin masi kuat, namun tidak bisa dipungkiri ia pun menangis,...aah..rasanya aku ingin cepat keluar dari kamar ini, memeluk kedunya, menyeka air matanya, atau membuat mereka berhenti saling bicara dari pada mereka saling menyakiti....

Aku diam disudut kamar, menahan tangis yang ingin pecah, namun aku takut suara tangisku mengganggu kepenatan di luar sana, aku menahan suara tangisku pecah, sambil ku pompa jantung dengan irama yang tak beraturan, sehingga dadaku sesak tidak karuan. Di dalam pikirku hanya berkecamuk kecewa, kecewa mengapa aku harus mendengar sesuatu yang hanya membuatku tak nyaman, mengapa aku harus lihat dan mencoba mencerna apa yang terjadi dalam rumahku, apa yang terjadi dengan orang tuaku.

Tuhan memberikan kepekaan hati dan kecerdasan pikir padaku di usia ini, usia yang sangat belia dengan tanpa alasan sia-sia. Ya benar, sekarang aku baru merasakannya aku memang dipaksa dan terpaksa untuk dewasa sebelum waktuku, aku memang benar-benar dipaksa untuk mengerti, memahami, menerka semua perasaan yang terjadi.

Sampai waktu itu berjalan, lalu kudapati ayah memelukku erat keesokan harinya, ibu menangis di bangku melihat kami, ku tahan tangisku, ku dengarkan ayah berbisik di telingaku; "jadilah anak laki-laki yang pintar, dan sholeh yang bertanggung jawab pada keluargamu", beberapa kali kecupan ayah mampir di pipi dan keningku, aku hanya terdiam, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, yang kupahami, pelukan dan kecupan ayah menjadi sangat hangat dan membuatku basah menahan rasa ingin tahuku tentang apa maksud kata-kata ayah. Lalu ayah pergi, dan aku tak bisa menahannya, ayah memberiku uang, dan berkata, jika kau besar nanti kau akan tahu mengapa keadaan ini terjadi", ya ini lagi-lagi aku diminta untuk dewasa dan mengerti sebelum waktuku...

17 Tahun
Usiaku sekarang sudah 17 tahun, aku menjaga ibu sendiri dirumah ini, tahun pertama menjadi pukulan hantaman terhebt bagi mentalku. Kau tau, aku tak pernah ingin menagis di depan ibu, aku tak pernah ingin bertanya tentang apa sebab akibat yang membuat rumah yang kudiami, seerta hati yang luas ini terasa sepi, semampuku ku menguatkan ibu, tak ingin ku bebankan ia dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya bersedih, kucoba buktikan bahwa semua memang sudah cerita dari Tuhan, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti, lusa, atau besok. Dalam hariku aku hanya belajar unutk tetap tegar dan menjadi baik karena ibu dan ayahku, begitupun dengan ayah.. saat aku tahu dia telah menikah lagi, seharusnya ku lampiaskan semua amarahku padanya, jika kendali emosiku rusak atas kekecewaan, aku yakin akan ada banyak hal buruk yang akan terjadi.

Tapi itu semua tidak aku lakukan, aku justru memberi ayah selamat, mendoakannya, dan membuatnya tetap ingat denganku dan ibu, Ya, untuk anak seusiaku dimana masa perkembangan mental, harus tetap di dampingi, aku justru hidup dan tumbuh dari naluriku belajar untuk dewasa. Sekarang aku mengerti perpisahan ayah dengan ibu menjadi jalan terbaik, membawaku menjadi anak laki-laki yang bertanggung jawab pada keluarga,khususnya dengan ibu, takkan ku biarkan dia sakit melebihi rasa sakitnya yang pernah ia rasakan dulu, yang ku punya hanya ambisi untuk mengobti hati orang tua ku dan mengobati piluku saat kecil, menjadi sebuah prestasi dan perilaku baik, tanpa aku harus menoleh tentang masa kecilku yang pahit oleh perpisahan.

Kelak, saat aku menikah ku bawa wanita yang ku persunting dengan restu ibuku, ku jadikan dia wanita penghuni surga Tuhan nan indah, bertemaram bunga dan lampu kristal. Kelak jika Tuhan inginkan aku lebih bahagia dan penuh hikmah dari saat ini, aku berharap tetap bisa membawa ibuku, dan menjadikannya tidak pernah lagi terluka, dan melupakan luka yang membeku oleh waktu.

-Anak korban Perceraian;

Maha

Maha

Tuhan Semesta alam, Tuhan Pemilik isi bumi, Tuhan Maha Karya luasnya hamparan langit, Tuhan Maha Rahman atas Semua Cinta yang bertabur pada makhlukNya, Tuhan Maha Agung yang memilki kuasa melebihi kesombongan makhlukNya...,


Tuhan Maha Mengetahui dari cerita yang hanya berbisik dalam lubuk hati terdalam, Tuhan Maha Rahim, tak pernah putus memberikan kebaikan, meski kadang harus menempuhnya dengan pelajaran sulit,


Tuhan, sebaik-baik tempat mengadu, betapa rasa syukur dipanjatkan atas cinta yang terus mengalir, atas luka yang kadang menusuk, atas kedzaliman yang kadang berkuasa,Tuhan Maha mendengar walau ku tak pernah memintaNya mendengar, Tuhan Maha melihat walau ku bersembunyi dari kegelapan dan kesunyian sedikitpun...

Betapa Tuhan Maha Pemberi untukku, ketika khilafku menutupi kebaikannku, Tuhan membuatku terus bernafas, terus melihat, dan dapat terus berpikir dan merasa, memberiku waktu berbenah pada kebaikan.


Tuhan maha penentu, dan sebaik-baik pemberi keputusan, Saat, inginku tak kunjung ku dapati, secepat yang kupinta, Tuhan ajariku bersyukur, menunggu dalam harap, dan menjadikan hariku penuh cerita saat gelisah, lalu menjawab pintaku dengan semua impianku...

.
Tuhan maha luas maaf, lagi Maha penyayang...,Jika khilaf yang ku lakukan membawa ketidakbaikan untukku maupun saudaraku, Ampunilah dosaku....Jika kata maaf, tak mampu menyembuhkan luka, gantilah rasa sakit kami dengan rasa yang lebih baik, yang kau ridhoi bersemayam dalam hati kami,



Rabbi..Ya Rabbi Izzati amma Yasyifuun...syukur hamba atas semua rasa yang hamba rasakan, Ampunilah kekhilafan dan dosa hamba, sayangilah orang tua hamba, dan lengkapilah bahagia pada semua saudara Muslimin dan Muslimat sekalian...


Tidak ada yang mudah kecuali Engkau menghendaki itu mudah, dan tidak ada kesulitan jika Engkau menghendakinya kemudahan....Engkaulah sebaik-baiknya pelindung....

Kamis, 31 Maret 2011

Me dan Di (PILIH)

Anda tahu bagaimana rasanya menunggu? menunggu bagi saya tidak hanya menghabiskan 360 hari, 24 jam , menit, detik, bahkan satuan waktu yang paling kecil sekalipun. Ini cerita saya tentang menunggu, mungkin sama seperti anda, menunggu itu bosan, menunggu itu jenuh, menunggu itu belajar sabar, menunggu dan menunggu.Saat itu saya berdoa meminta campur tangan Tuhan dalam setiap keinginan saya meraih sukses, namun Tuhan sebentar menunda itu, membuat saya menungu, membuat saya berjibaku dengan hari dan waktu, dan berjibaku tentang ambil dan tidak, membuat saya pernah dalam suatu hari meronta. Ini manusiawi, ketika anda berpikir bahwa anda sudah berlaku semestinya, berusaha sekuat apa yang anda bisa, mencoba setiap hal yang menjadi kesempatan yang membaikkan perilaku anda, dan mengupayakan mengadu dengan begitu lunak, sampai keras beriring tangisan pada Sang Empunya hidup.Anda tahu rasanya menjadi kebanggaan dalam hidup seseorang? anda tahu rasanya harus berlaku menjadi super dan tetap super minimal dimata orang-orang terdekat anda.

Anda tahu nikmatnya melihat rona bahagia pada diri mereka yang menaruh harap dan doa bagi kehidupan anda... Itu sungguh sebuah kenikmatan besar... tapi pernahkah anda merasa tidak bisa berbuat apa-apa tentang banyak hal yang anda bisa lakukan namun tidak diberi kesempatan, pernahkah anda merasa sedikit dipandang sebelah mata, terhadap sesuatu yang menjadi kewajiban anda? pernahkah anda sampai begitu jatuh dan merasa tidak percaya diri meningkatkan kualitas hidup anda?dari semua itu saya belajar, saat expectacy saya dan orang-orang terhadap diri sya yang tinggi, lalu Tuhan menundanya, tidak menyegerakan pembaikan tersebut bagi kehidupan saya. Pdahal dalam prosesnya anda berlaku keras untuk mencapainya. Mungkin anda pernah juga merasa begitu kecil, saat orang lain yang anda pikir dan anda lihat tidak berlaku keras pada pembaikan dirinya, berdoa setengah hati, meminta tak 5 waktu, tapi mereka mendapatkan apa yang menjadi kemauan mereka..

Ya, betapa Tuhan maha pemberi, maha berkasih sayang, maha adil, dan maha penentu kehidupan. Anda yang merasa begitu kerdil tidak memiliki apa yang orang lain punya, tetaplah bersikeras pada pembaikkan diri anda, anda yang sudah mendapatkan apa yang anda inginkan dengan hasil dan cara yang baik, mintalah pada Tuhan anda diberikan kekuatan super untuk berlaku baik , bagi kesempatan yg sedang diberikan pada anda, cobalah bersyukur, pandanglah hal-hal yang terdapat dalam selayang pandang anda memandang, keberhasilan yang sedang anda raih hanya pinjaman dari Tuhan tanpa garansi kurun waktu yang lebih lama, atau tanpa agunan, semua yang anda dan saya miliki hanya bersifat sementara, dan boleh waktu di tarik dari kita jika Tuhan mau.Kembali lagi pada esensi menunggu, kini proses menunggu akan terus berjibaku, namun dengan bentuk dan tampilan yang lebih baik dan tuntutan yang lebih rumit. Tuhan menjawab pengaduan saya, namun memaksa saya unutk belajar lagi, belajar tentang pilihan, pilihan dimana saya harus memilih. Ketika anda memilih berlaju ke tempat itu dengan proses jalan lurus, atau melewati belokan-belokan yang kadang membuat anda tersesat, hilang arah, bahkan jatuh, mintalah lagi pada Nya,kekuatan unutk tetap berjalan walau sulit. Anda boleh memilih, kalau apa yang anda pilih berjalan lurus dan berbelok, anda akan cepat sampai, anda akan cepat menemukan apa yang anda cari, anda hanya melewati proses meilhat kanan kiri yang ada di bahu jalan yang anda lewati, anda tidak menghabiskan waktu untuk menunggu, aah..senang rasanya...Namun sebaliknya, jika anda memilih berjalan melajukan kemudi anda melewati belokan-belokan tajam, batu-batu terjal, yang membuat anda jatuh, yang bahkan sampai membuat anda rasanya ingin kembali ke tempat semula, dan tidak meneruskan perjalanan anda, sakiiiiiittt rasanya....

Tapi percayalah Tuhan sedang membelajarkan sesuatu pada diri anda, Tuhan sedang mengajak anda tidak hanya meilhat apa yang serta merta ada dalm perjalanan anda, tapi Tuhan mengajak anda untuk merasakan jatuh, terluka, lalu kemalasan unutk bangkit, dan kekuataan unutk tetap berjalan, tidak hanya pada pengalaman diri anda, namun pengalaman baik dan buruk yang anda lihat dari orang lain sebagai guru hidup anda. Ini pilihan ini proses, anda dipilihkan Tuhan dua kesempatan, dan anda diberikan kekuataan untuk memilih salah satunya... ini pilihan, dan apapun yang menjadi pilihan anda membaikkan diri anda menuju keberhasilan, itu adalh proses anda menuju pembelajaran sepanjang hidup.Tuhan meminta saya untuk menunggu, lalu menjawab pinta saya dengan memberi pilihan, sesulit apapun pilihan itu, dan apapun resiko dari apa yang saya pilih, tak lain hanya maksud Tuhan membuat saya belajar...

Bismillahirahmanirrahim...Man Sabra zhafira, Man jada wa jadda .... Terimakasih untuk semua orang yang secara suka rela langsung dan tidak langsung telah membaikkan keburukan saya, unzhur ma qola wa la tanzhur man qola....Tiada keberhasilan tanpa proses dan usaha, dan tiada keberlajutan tanpa rasa syukur dan doa... :)

Jumat, 04 Maret 2011

Celoteh Alangkah LUCU nya NEGERI ini

Entah apa yang sedang terjadi di negeri ini, negeri yang konon berlimpah dengan sumber daya alamnya, negeri yang konon begitu ramah dan elok pekertinya...negeri yang konon lebih mengedepankan asas asas kemanuasian dan kekeluargaan, negeri yang konon justru semakin miskin semakin bahagia...karena (tidak banyak tuntutan)...

Ah nak, itu dulu ...itu dulu saat kakekmu hanya di gaji beberapa ratus rupiah namun bisa mencukupi anak-anaknya (9) anak, aah nak, itu dulu, itu dulu waktu kakekmu cuma bekerja mati-matian unutk menghidupi 11 awak sepak bola dirumahnya....ternyata itu dulu...jaman dulu kala, nak...

Dulu sekali, saat tidak ada layar televisi dan suguhan program yang kadang menyuguhkan degradasi moral bangsa sendiri, dengan suguhan TV SHOWS, atau sinedrama yang berlebihan, rasanya semua santai-santai saja.... dulu saat katanya kebebasan pers masih terbelenggu, oleh kekuasaan tirani yang membungkam kemampuan berserikat dan berkumpul., sehingga bicara sedikit tangkap, celoteh sedikit culik, dan kritik sedikit mati.....malah tak ada yang saling menjatuhkan dengan serangan bahasa....

Inilah hidup nak, hidup semakin berkembang, kau semakin besar, duniamu semakin luas, di luar sana, ilmuan berlomba menunjukkan kemampuan dan kompetensi yang bersaing, di luar yang kaya semakiiiin kaya, sampai tak terdeteksi si miskin, di luar sana, kau tak harus saja punya ilmu nak, tapi kau harus punya mental, mental siap jatuh dan mental siap bangun, oh iyaa, dan yang pasti kau harus kaya nak,...

Kek, ceritakan padaku bagaimana orang jaman dulu menyelesaikan masalahnya,...kek, ceritakan padaku bagaimana jaman dulu semua orang, dengan suku, agama, ras, etnis dan budaya bisa tetap duduk berdampingan satu sama lain. Kek, ceritakan kepadaku kenapa aku semakin takut hidup berlama-lama di dunia, karena aku lihat banyak hal yang mungkar namun aku terbelenggu di dalamnya tak bisa mencegahnya....Kek, apa yang hrus aku lakukan, apa yang harus aku ceritakan kepada putraku nanti tentang hakekat pendidikan, tentang kesuksesas, tentang kepemimpinan, tentang amanah, dan bahkan tentang dunia beserta isinya?...apa yang harus aku ceritakan??

Aku tak banyak tahu tentang apa yang terjadi di negeriku, aku tak banyak memahami apa issu yang digelintirkan oleh pers secara mendalam, aku hanya mendengar, aku hanya menyimak, aku hanya menonton,...ada rasa benci berkecamuk, ada rasa kecewa di dada, ada pertarungan pemikiran yang memecahkan lamunan....

Aku ingin marah, saat nilai keyakinan agama disalah gunakan, aku ingin marah saat rumah ibadat di rusak dan di musnahkan, aku ingin marah ketika arogansi segelintir massa mencabut hak kodrati orang lain, aku ingin marah ketika yang ku berikan amanah menyampaikan aspirasiku takkhayal justru memperkeruh suasana, aku ingin marah ketika di sudut lain ada yang meronta tentang suara keadilan namun tak dihiraukan , aku ingin menangis saat banyak anak-anak belia jadi korban prostitusi dan traffic king, aku ingin marah ketika pemerataan pendidikan untuk rakyat kecil hanya menjadi retorika belaka, aku ingin marah ketika penyalah gunaan hak , dan kekuasaan mampu membungkam kelayakan supremasi hukum yang seharusnya...

Entah siapa yang mula memercikan kejahatan genosida di negeriku, sampai kini begitu marak adanya kejahatan kemanusiaan, sampai kini begitu menggencar individualisme, fanatisme sempit, dan bahkan terkikisnya rasionalitas akal sehat, entah siapa dan apa yang menyebabkan semua ini terjadi saat hedonisme bertabur di selayang mata memandang, saat tak ada lagi rasa berlemah lembut dalm dakwah, saat tak ada lagi kekuatan memegang teguh amanah, saat tak ada lagi cara negosiasi dalam masalah....

Tuhan yang maha memberi petunjuk, Tuhan yang maha pengampun, Tuhan yang maha besar memiliki hati, pikir, serta hidup manusia....Berilah cinta, tebarkan kebaikan, sehatkan fikir, luruskan niat, cukupkan kebutuhan, terangilah yang suram, dan berilah cina melalui hikmah dari apa yang tertoreh dalam setiap kata, laku, dan doa....