Sabtu, 23 Juli 2011

Dipaksa Untuk Menjadi Dewasa

Dipaksa tua atau dijadikannya terlampau dewasa....

Malam itu keadaan rumahku sedikit berbeda dibanding hari biasanya, biasanya selepas ayah pulang kantor dan ibu pulang berdagang kami menghabiskan waktu di depan ruang keluarga, sekedar bersama menonton televisi, ayah menonton televisi sambil sesekali membaca surat kabar yang ada di meja, ibu pun duduk disampingnya sambil melihat televisi dan menjelaskan tontonan yang saat itu kami lihat...

tapi kali ini berbeda dengan hari-hari biasanya, malam itu aku mendengar mereka bertengkar, bertengkar, mereka saling bersahut-sahutan, entah sedang bertarung tentang apa, lirih kudengar di balik lubang kecil daun pintu kamarku. Mereka bicara tentang perasaan, mereka bicara tentang kepercayaan, mereka bicara tentang harga diri, ya...benar rasanya seperti sedang menonton televisi sebuah drama sinteron yang pernah ku tonton dengan kedua orang tuaku...
pikirku dalam hati ...mungkin mereka sedang mengulang kembali adegan dan suara seperti apa yang sedang diperankan tokoh dalam layar kaca...

Namun, kali ini suara mereka makin kencang, makin menggelegar, aku terkaget dan menangis di balik pintu, takut sekali untuk keluar....kudengar di balik pintu sana, ibu terisak sesenggukan menaham pilu, begitu juga dengan ayah, matanya memerah, ledakan amarahnya mungkin masi kuat, namun tidak bisa dipungkiri ia pun menangis,...aah..rasanya aku ingin cepat keluar dari kamar ini, memeluk kedunya, menyeka air matanya, atau membuat mereka berhenti saling bicara dari pada mereka saling menyakiti....

Aku diam disudut kamar, menahan tangis yang ingin pecah, namun aku takut suara tangisku mengganggu kepenatan di luar sana, aku menahan suara tangisku pecah, sambil ku pompa jantung dengan irama yang tak beraturan, sehingga dadaku sesak tidak karuan. Di dalam pikirku hanya berkecamuk kecewa, kecewa mengapa aku harus mendengar sesuatu yang hanya membuatku tak nyaman, mengapa aku harus lihat dan mencoba mencerna apa yang terjadi dalam rumahku, apa yang terjadi dengan orang tuaku.

Tuhan memberikan kepekaan hati dan kecerdasan pikir padaku di usia ini, usia yang sangat belia dengan tanpa alasan sia-sia. Ya benar, sekarang aku baru merasakannya aku memang dipaksa dan terpaksa untuk dewasa sebelum waktuku, aku memang benar-benar dipaksa untuk mengerti, memahami, menerka semua perasaan yang terjadi.

Sampai waktu itu berjalan, lalu kudapati ayah memelukku erat keesokan harinya, ibu menangis di bangku melihat kami, ku tahan tangisku, ku dengarkan ayah berbisik di telingaku; "jadilah anak laki-laki yang pintar, dan sholeh yang bertanggung jawab pada keluargamu", beberapa kali kecupan ayah mampir di pipi dan keningku, aku hanya terdiam, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, yang kupahami, pelukan dan kecupan ayah menjadi sangat hangat dan membuatku basah menahan rasa ingin tahuku tentang apa maksud kata-kata ayah. Lalu ayah pergi, dan aku tak bisa menahannya, ayah memberiku uang, dan berkata, jika kau besar nanti kau akan tahu mengapa keadaan ini terjadi", ya ini lagi-lagi aku diminta untuk dewasa dan mengerti sebelum waktuku...

17 Tahun
Usiaku sekarang sudah 17 tahun, aku menjaga ibu sendiri dirumah ini, tahun pertama menjadi pukulan hantaman terhebt bagi mentalku. Kau tau, aku tak pernah ingin menagis di depan ibu, aku tak pernah ingin bertanya tentang apa sebab akibat yang membuat rumah yang kudiami, seerta hati yang luas ini terasa sepi, semampuku ku menguatkan ibu, tak ingin ku bebankan ia dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya bersedih, kucoba buktikan bahwa semua memang sudah cerita dari Tuhan, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti, lusa, atau besok. Dalam hariku aku hanya belajar unutk tetap tegar dan menjadi baik karena ibu dan ayahku, begitupun dengan ayah.. saat aku tahu dia telah menikah lagi, seharusnya ku lampiaskan semua amarahku padanya, jika kendali emosiku rusak atas kekecewaan, aku yakin akan ada banyak hal buruk yang akan terjadi.

Tapi itu semua tidak aku lakukan, aku justru memberi ayah selamat, mendoakannya, dan membuatnya tetap ingat denganku dan ibu, Ya, untuk anak seusiaku dimana masa perkembangan mental, harus tetap di dampingi, aku justru hidup dan tumbuh dari naluriku belajar untuk dewasa. Sekarang aku mengerti perpisahan ayah dengan ibu menjadi jalan terbaik, membawaku menjadi anak laki-laki yang bertanggung jawab pada keluarga,khususnya dengan ibu, takkan ku biarkan dia sakit melebihi rasa sakitnya yang pernah ia rasakan dulu, yang ku punya hanya ambisi untuk mengobti hati orang tua ku dan mengobati piluku saat kecil, menjadi sebuah prestasi dan perilaku baik, tanpa aku harus menoleh tentang masa kecilku yang pahit oleh perpisahan.

Kelak, saat aku menikah ku bawa wanita yang ku persunting dengan restu ibuku, ku jadikan dia wanita penghuni surga Tuhan nan indah, bertemaram bunga dan lampu kristal. Kelak jika Tuhan inginkan aku lebih bahagia dan penuh hikmah dari saat ini, aku berharap tetap bisa membawa ibuku, dan menjadikannya tidak pernah lagi terluka, dan melupakan luka yang membeku oleh waktu.

-Anak korban Perceraian;

Maha

Maha

Tuhan Semesta alam, Tuhan Pemilik isi bumi, Tuhan Maha Karya luasnya hamparan langit, Tuhan Maha Rahman atas Semua Cinta yang bertabur pada makhlukNya, Tuhan Maha Agung yang memilki kuasa melebihi kesombongan makhlukNya...,


Tuhan Maha Mengetahui dari cerita yang hanya berbisik dalam lubuk hati terdalam, Tuhan Maha Rahim, tak pernah putus memberikan kebaikan, meski kadang harus menempuhnya dengan pelajaran sulit,


Tuhan, sebaik-baik tempat mengadu, betapa rasa syukur dipanjatkan atas cinta yang terus mengalir, atas luka yang kadang menusuk, atas kedzaliman yang kadang berkuasa,Tuhan Maha mendengar walau ku tak pernah memintaNya mendengar, Tuhan Maha melihat walau ku bersembunyi dari kegelapan dan kesunyian sedikitpun...

Betapa Tuhan Maha Pemberi untukku, ketika khilafku menutupi kebaikannku, Tuhan membuatku terus bernafas, terus melihat, dan dapat terus berpikir dan merasa, memberiku waktu berbenah pada kebaikan.


Tuhan maha penentu, dan sebaik-baik pemberi keputusan, Saat, inginku tak kunjung ku dapati, secepat yang kupinta, Tuhan ajariku bersyukur, menunggu dalam harap, dan menjadikan hariku penuh cerita saat gelisah, lalu menjawab pintaku dengan semua impianku...

.
Tuhan maha luas maaf, lagi Maha penyayang...,Jika khilaf yang ku lakukan membawa ketidakbaikan untukku maupun saudaraku, Ampunilah dosaku....Jika kata maaf, tak mampu menyembuhkan luka, gantilah rasa sakit kami dengan rasa yang lebih baik, yang kau ridhoi bersemayam dalam hati kami,



Rabbi..Ya Rabbi Izzati amma Yasyifuun...syukur hamba atas semua rasa yang hamba rasakan, Ampunilah kekhilafan dan dosa hamba, sayangilah orang tua hamba, dan lengkapilah bahagia pada semua saudara Muslimin dan Muslimat sekalian...


Tidak ada yang mudah kecuali Engkau menghendaki itu mudah, dan tidak ada kesulitan jika Engkau menghendakinya kemudahan....Engkaulah sebaik-baiknya pelindung....